Belajar, Ajarkan dan Amalkan

17 Jun 2009

MENJAGA KEPERCAYAAN RAKYAT

Ketika makan siang bersama pada jam istirahat kantor, salah satu rekan kerja bercerita tentang salah satu orang penting di Provinsi Lampung sempat berhenti beberapa bulan untuk makan di salah satu rumah makan hanya karna gara-gara rasa dari menu makanan favotirnya mengalami perubahan rasa. Selidik punya selidik menurut cerita rekan kerja tersebut perbedaan rasa pada menu favoritnya tersebut hanya karna koki yang biasa memasak makanan kesukaannya pada hari itu ternyata tidak masuk. Penuturan dari rekan kerja tersebut sangatlah sederhana sekali namun ada benang merah yang dapat penulis tarik bahwa perlunya menjaga kepercayaan rasa agar bisa timbul kepercayaan pelanggan adalah kuncinya. Kepercayaan memanglah mahal harganya dan ini terjadi di setiap sendi kehidupan termasuk kehidupan berpolitik.

Di tahun 2009 ini sendi kehidupan berpolitik di Indonesia sangatlah terasa sekali karna di tahun ini dua pesta demokrasi yang menyedot triliunan dana dari APBN ini akan dan telah dilaksanakan. Telah dilaksanakan berupa pemilihan calon anggota legislatif untuk menempati posisi pada perwakilan pusat, daerah, kabupaten/kota dan daerah untuk utusan daerah atau DPD. Dan yang akan dilaksanakan yaitu proses pemilihan presiden untuk masa jabatan 2009-2014.

Seperti yang kita ketahui bersama pilpres kali ini akan diadakan pada 8 Juli mendatang dan terdapat tiga pasang calon yang sudah di tetapkan beradasarkan nomor urut yaitu Megawati-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Ketiga calon ini lah nantinya yang akan mencoba menyajikan menu-menu dengan rasa andalannya masing-masing agar timbul simpati dan kepercayaan rakyat sehingga akhirnya nantinya ketika konstituen berada di belakang kotak suara menjatuhkan pilihannya pada pasangan calon yang menurutnya mempunyai menu – menu yang menarik dan bisa diandalkan. Di kubu JK-Win misalnya dengan jargon lebih cepat lebih baik mencoba menyajikan menu dengan kebijakan pemerintah yang diarahkan kepada semangat dan jiwa nasionalisme yang religious berdasarkan ideology Negara Pancasila yang merupakan landasan kokoh dari NKRI,- Persatuan, persaudaraan, dan kesetaraan dalam kebhinekaan merupakan landasan kokoh pembangunan demokrasi,- Pertumbuhan ekonomi berlandaskan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan perlindungan terhadap : petani, produk unggulan, penguatan daya beli dan pasar dalam negri, dan perlindungan pengusaha pribumi serta pengurangan utang luar negri,- Pengolaan SDA diarahkan di dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengikis kesenjangan pembangunan antar pulau dan wilayah,- Penguatan dan pengembangan SDM di segala level dengan mengalokasikan 20 % APBN setiap tahun,- Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi diarahkan pada pembangunan karakter bangsa yang nasionalis dan religious,- Negara menjamin fasilitas dan pelayanan umum yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat,- Pemerintah mendorong terbangunanya system pemerintahan good governance dan mendorong masyarakat menuju civil society.

Di kubu Mega-Pro menyajikan menu gotong royong membangun kembali Indonesia yang berdaulat, bermartabat, adil dan makmur serta memperkuat ekonomi kerakyatan dalam menyelenggarakan pemerintahan demokratis-konstitusional yang bersih dan efektif. Sedangkan di kubu SBY-Boediono melanjutkan keberhasilan pembangunan Indonesia seperti yang telah dilaksanakan dalam periode 5-tahun yang lalu serta melaksanakan pembagunan yang inklusif serta berkeadilan dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 % sampai akhir 2014.

Semua menu tersebut intinya ialah sama mengatasnamakan rakyat demi kepentingan rakyat. Namun terkadang rakyat mengalami kekecewaan karna menu-menu yang disuguhkan semasa kampanye sering tidak terealisasi ketika pasangan tersebut telah mencapai kekuasaan. Pasangan capres dan cawapres tidak pernah berpikiran bagaimana merealisasikan janji-janji tersebut. Mereka hanya memberikan mimpi-mimpi tanpa mimpi tersebut dilanjutkan melalui imajinasi, perumusan visi, pengerahan nalar guna penyusunan rencana aksi untuk mencapai maksimalisasi dalam percepatan realisasi dari janji-janji tiap pasangan tersebut. Dan hal inilah yang bisa merusak kepercayaan rakyat terhadap sendi perpolitikan Negara kita. Padahal bagi seorang pemimpin, satu aset yang paling mahal adalah kepercayaan rakyat. Hal ini sudah dibuktikan oleh Negara di Afrika yaitu Ghana yang mampu mengantarkan generasi terbaiknya untuk bisa menjadi sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Kofi Annan. Semua itu tentunya tidaklah terlepas dari adanya kepercayaan masyarakat Ghanna untuk terus memberikan dukungan terhadap pemimpinnya.

Di Negara kita dengan diadakanya pemilihan presiden secara langsung ialah secara tidak langsung menjadi salah satu bentuk kepercayaan rakyat Indonesia agar dapat menghasilkan output pemimpin yang mampu mewakili prefensi masyarakat Indonesia sehingga terjadilah check and balance di kehidupan berbangsa dan bernegara pada bangsa kita. Penulis jadi ingat akan perkataan M.Hatta sang Proklamator sekaligus wakil presiden pertama kita bahwa krisis yang terjadi itu bisa terselesaikan dengan memberikan kepercayaan kepada negara pimpinan yang dipercayai oleh rakyat.

Rakyat di dalam politik memanglah memegang peranan penting dan pemegang kekuasaan tertinggi, sehingga wajar ada yang mengatakan Vox Vovuli, Vox Dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan karna dari rakyatlah kantong kepemimpinan itu lahir, Soekarno pun pernah berujar bahwa ia telah dilahirkan dari rakyat jelata, oleh karna itu ia ingin terus bercampaur dengan rakyat karna jika tidak ia akan merasakan badannya menjadi lemas dan nafasnya akan terhenti apabila tidak menyatu dengan rakyat.

Sungguh luar biasa pentingnya kepercayaan rakyat disamping power dan authority seperti yang pernah diutarakan oleh Hans Morgenthau dalam buku nya “ Politics Amony Nations” didalam sendi perpolitikan. Oleh karna itu kepercayaan rakyat ialah poin tertinggi. Didalam buku “Harus Bisa” mengatakan bahwa ada tiga cara terbaik untuk menjaga kepercayaan rakyat. Pertama dijelaskan bahwa, pemimpin harus selalu menunjukkann keberpihakannya kepada rakyat- bukan pada elite politik, bukan pada editor senior dan juga bukan pada konglomerat bisnis. Nah, dimasa kampanye seperti sekarang ini penunjukkan keberpihakan pada rakyat melalui menu-menu yang disuguhkan sangatlah kental sekali kita rasakan. Sentuhan – sentuhan kerakyatan atau Common Touch di umbar habis-habisan di dalam proses peyakinan konstituen ini. Namun yang perlu diingat bahwa pemimpin yang baik memang harus selalu mencoba untuk menjadi populis, namun kalau ia hanya terus-terusan mengedepankan populisme, maka di akhir masa jabatanya ia tidak akan mencapai prestasi apapun karna pemimpin yang populis hanya akan menghasilkan kebijakan semu untuk menghibur rakyat dan belum bisa menyelesaikan masalah, dan untuk jangka panjang ini bisa merugikan rakyat sendiri. Oleh karna itu pemimpin yang baik ialah pemimpin yang akan konsisten memperjuangkan kepentingan rakyat walaupun dengan resiko ia kadang harus mengambil kebijakan yang tidak populis : bak seorang dokter yang memberikan pil pahit atau suntikan yang sakit bagi pasiennya.

Mengutip renungan Komarudin Hidayat bahwa Gautama, Gandhi, Isa dan Rasulullah Muhammad SAW merupakan pengubah sejarah yang memiliki kesamaan karakter yang menonjol. Pertama, mereka dikagumi dan dibela oleh para pengikutnya bukan karna imbalan uang dan kedudukan, melainkan karna daya tarik pribadinya dan keyakinan akan kebenaran misi yang akan diperjuangkannya. Kedua, mereka sangat dekat dengan kaum miskin dan kaum tertindas, sebuah kedekatan yang tulus sehingga para pengikutnya merespons dengan penuh ketulusan. Ketiga, mereka tidak menjadikan kelimpahan materi dan kekuasaan sebagai target akhir perjuangannnya melainkan hanyalah sebuah instrument semata untuk membela nasib rakyat. Keempat, pemimpin bertipe ini memiliki kepribadian yang otentik sehingga semakin didekati akan memiliki daya pesona, bukannya malah ketahuan borok-boroknya yang ditutupinya. Kelima, ketika wafat yang diwariskan bukannya harta yang berlimpah melainkan ketauladanan hidup yang selalu menjadi inspirasi dari cahaya sejarah di generasi – generasi berikutnya. Adanya poin yang mengatakan mereka dekat dengan kaum miskin dan kaum tertindas ialah menunjukkan keberpihakan pada rakyat yang sungguh luar biasa sekali yang ditunjukkan oleh Gautama, Gandhi, Isa dan Nabi Besar Muhammad SAW.

Cara yang kedua dalam menjaga kepercayaan ialah, harus mampu mempertahankan reputasinya. Reputasi disini dapat di jaga melalui kesederhanaan dan kerendahan hati oleh para pemimpinnya. Ahmadinejad Presiden kontoversial Iran terpilih yang dikenal keras terhadap Amerika Serikat menunjukkan kesederhanaanya seperti yang dilangsir dalam situs www.ub.ac.id dalam menjaga reputasi dan menarik kepercayaan rakyat dengan menyumbangkan semua karpet istana ke masjid Taheran ketika ia kali pertama menjabat presiden, selain itu kesederhanaanya juga tampak pada menghilangkannya kebiasaan penyediaan makanan khusus presiden karna ia selalu membawa tas yang berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya. Karna kesederhanaan itulah ia bisa mengalahkan Mir Hossein Mousavi yang disebut-sebut sebagai ‘Obama dari Iran’

Faktor yang terakhir untuk menjaga kepercayaan rakyat ialah pemimpin harus belajar mendengar. Mengutip perkataan dari Raja Faisal Bin Abdul-Aziz al Saud, salah satu pemimpin Arab Saudi yang paling dihormati bahwa Allah memberikan manusia dua telinga dan satu lidah supaya ia bisa mendengar dua kali lebih sering dari pada berbicara. Ini menandakan perlunya untuk mendengar keluhan-keluhan rakyatnya dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat agar kepercayaan rakyat terus tertananam karna kepercayaan rakyat tidaklah boleh di take for granted dari sekarang sampai akhirnya nanti.

posted by Irul Terate at 21.55

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home