Belajar, Ajarkan dan Amalkan

25 Jun 2009

JANGAN BERI AKU (GENERASI MUDA) NARKOBA

(Sudah diterbitkan di Opini Trans Lampung, 26 Juni 2009)
Generasi muda sebagai agent of change adalah salah satu tolak ukur perubahan. Jika kita melihat ke belakang, perubahan yang terjadi dari tahun 1908 (Kebangkitan Nasional), 1928 (Sumpah Pemuda), 1945 (Kemerdekaan) dan 1998 ketika reformasi terjadi merupakan satu hal yang tidak terlepas dari tangan mahasiswa (baca, generasi muda Indonesia) yang mempunyai militansi yang sangat kuat untuk membangun bangsa Indonesia. Kemilitansian ini tentunya disebabkan oleh beberapa factor. Salah satu factor yang menentukan kemilitansian tersebut adalah karna factor kesehatan. Dengan kesehatannya pemuda-pemuda ini tentunya bisa dengan mudah berpikir kritis demi kemajuan bangsanya. Namun kini, ketika generasi-generasi kita mulai mengenal dan mengkonsumsi narkoba seakan semuanya menjadi terbalik. Hal ini amat disayangkan sekali ketika pemuda adalah bagian dari generasi penerus bangsa yang memiliki kedudukan dan peran strategis yang sangat penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa kini telah dihancurkan oleh narkoba.
Narkoba seakan menjadi momok dimasa sekarang dan di masa yang akan datang. Selain itu, ancaman narkoba pun terasa semakin sangat dekat ada pada kita semua. Mengingat hal ini semua maka tak heran di setiap tanggal 26 Juni masyarakat Internasional tak terkecuali masyarakat Indonesia selalu memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI). Dalam peringatan tersebut, para pengguna motor di berbagai daerah dipelosok tanah air secara serentak menghidupkan lampu kendaraanya (light on). Selain sebagai bentuk simpati sekaligus symbol penyadaran dan peringatan kepada seluruh masyarakat akan bahaya narkoba, light on juga sebagai symbol penerangan dan pencerahan bagi mereka yang sudah terlanjur dan terjerumus akan dunia gelap narkoba.
Discourse tentang narkoba sebenarnya selalu saja muncul sebagai sebuah wacana yang tidak pernah selesai dalam pembahasanya. Sering kita mendengar, melihat dan membaca tentang apa yang disebut narkoba, dan sering pula kita mendengar bagaimana bahayanya dari penyalahgunaan fungsi narkoba itu sendiri. Selain itu juga hampir setiap hari kita menemukan berita mengenai narkoba. Hal ini seakan tidak pernah dan tidak kunjung ada habisnya. Upaya untuk memberantas narkoba pun bukanlah satu atau dua kali dilakukan oleh pemerintah seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terdiri dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten/kota maupun LSM yang peduli terhadap narkoba seperti Yayasan cinta anak bangsa, Granat dll. Namun, hal ini seakan-akan tidak mempunyai dampak sama sekali. Selangkah bagi kita dalam penyuluhan narkoba dua tiga bahkan lima langkah dilakukan dari oknum-oknum pengedar narkoba. Lihat saja data-data mengenai penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun pasti selalu meningkat.
Data menunjukan bahwa jumlah kasus narkoba meningkat dari 3.478 kasus tahun 2000 menjadi 8.401 kasus pada 2004 (atau naik rata-rata 28,9% per tahun). Sedangkan jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba naik dari 4.955 tersangka tahun 2000 menjadi 11.315 tersangka pada 2004 (naik rata-rata 28,6% per tahun).
Pengguna narkoba dengan jarum suntik juga meningkat. Bahkan dari 169 ribu pengguna lebih, 50 persen di antaranya terinveksi HIV/AIDS. Sejak 2000-2004, BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Polri menyita narkoba jenis narkotika antara lain ganja dan derivatnya sebanyak 127,7 ton dan 787.259 batang, heroin 93,9 kg, morfin 244,7 gram, dan kokain 84,7 kg, serta barang sitaan psikotropika jenis ATS, antara lain ekstasi 741.061 tablet dan shabu 233.106,81 gram.
Di tahun 2006 data statistik dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa di seluruh Indonesia kasus narkoba mencapai 8.406 kasus. Sedangkan di akhir tahun 2008-2009 menurut penelitian dari Badan Narkotika Nasional pengguna narkoba terus meningkat sebesar 47,77 % per tahun. Dan untuk di provinsi lampung sendiri peredaran narkoba pun tak kalah hebatnya, hingga kini penyandang barang haram tersebut sudah mencapai 312 orang yang terdiri dari laki-laki 292 orang dan perempuan sebanyak 20 orang (Trans lampung, 23 Juni 2009) Ironisnya lagi, yang menduduki urutan pertama dalam penyalahgunaan narkoba tersebut adalah justru para pelajar yang notabene adalah generasi-generasi penerus bangsa.
Memang sudah menjadi sunnatullah bahwa sesuatu yang haq itu pasti disertai dengan yang batil namun yakinlah suatu saat yang batil pasti akan dikalahkan oleh yang haq atau kebenaran. Oleh karna itu dalam kasus penyalahgunaan narkoba ini suatu saat akan tiba masanya bisa terselesaikan. Penulis jadi ingat ketika pada tahun 2006 peraih nobel penghargaan Mohammad Yunus pernah ditanya tentang bagaimana cara mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa kita ini, jawaban beliau ialah perlunya komitmen dan managerial yang baik. Bagaimana komitmen dari aparat pemerintah dan masyarakat Indonesia dan juga bagaimana managerial yang baik dari pemerintah sebagai pembuat suatu ketetapan dan keputusan untuk bisa segera menyelesaikan problematika umat yang sedang kita hadapi sekarang ini. Kata kuncinya ialah komitmen dan managerial yang baik.
Kedua hal inilah yang mungkin penulis bisa katakan sudah langka ada pada bangsa kita. Mungkin komitmen ada namun tidak didukung oleh pengaturan yang baik atau juga sebaliknya akibatnya oknum pengedar narkoba dengan sangat mudah bisa menghancurkan generasi-generasi muda. Oleh karna itu kedua hal ini haruslah berjalan seiringan. Penulis pikir masyarakat sudah mempunyai sebuah komitmen yang kuat dalam hal pemberantasan narkoba namun sayangnya dari oknum polisi sendiri yang notabene ialah salah satu penegak hukum masih ada yang terlibat dalam penggunaan narkoba seperti kasus yang terjadi di LP Cipinang, dimana banyak pecandu narkoba mengatakan bahwa narkoba termurah itu bisa didapatkan “lewat pintu belakang” dari kepolisian.
Memang pada dasarnya narkoba tidaklah mengenal batas waktu, umur, ataupun golongan artinya kemungkinan besar semua orang bisa terkena narkoba itu ada. Termasuk oknum – oknum polisi pun bisa dan hal ini tidak bisa kita apikkan begitu saja karna itu perlunya penyadaran atau kekuatan untuk menghindari itu semua. Berani untuk mengatakan tidak dan jangan beri aku narkoba adalah salah satu hal yang terkecil yang bisa menghindari dari godaan narkoba karna berdasarkan riset dari 418 pecandu di 13 panti rehab di Jabotabek membuktikan bahwa 70 % pecandu narkoba itu mulai memakai narkoba dari adanya factor COBA. COBA terdiri dari unsur (rasa ingin tahu), opportunity (kesempatan), biological (kondisi biologis); availability (ketersediaan). Godaan biasanya menjadi lebih kompleks ketika terjadinya bersamaan dengan letupan-letupan hormonal yang terjadi dalam diri remaja. Tingginya keingintahuan (curiosity) akan hal-hal seperti seks, miras, dan tentunya narkoba membuat remaja berada pada kelompok berisiko jika tidak diimbangi dengan informasi dan iman yang cukup.
Letupan-letupan hormonal dan keinginan untuk memiliki kemerdekaan berkehendak biasanya membangkitkan niat atau ide-ide tertentu. Niat memang bersifat inheren (berasal dari dalam diri), namun faktor inheren ini tidak memiliki arti apa-apa jika didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti kesempatan, keturunan, dan ketersediaan bahkan kemudahan lain yang tersedia di dunia internet. Faktor COBA ini akan bertambah dahsyat ketika remaja berharap akan imbalan sosial atau penghargaan tertentu yang dapat mengantar mereka ke sebuah jenjang identitas tertentu; sebuah jenjang yang ditandai dengan adanya kebebasan berkehendak dan penerimaan dari kelompok sebaya idaman hati. Di samping kedua faktor COBA ini, ada pula sebagian remaja yang justru menggunakan alasan masa puber sebagai masa ideal untuk jatuh. Sebuah toleransi terhadap diri sendiri, seakan menghibur diri ketika lengah dan jatuh di masa sulit ini. Jatuh ke dalam eksperimentasi narkoba menjadi salah satu bahaya yang mengintai. Terlebih lagi banyak pabrik-pabrik rumahan gelap yang memproduksi narkoba. Oleh karna itu perlunya komitmen yang kuat dan managerial yang baik yang dimulai dari tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif atau program pembinaan yang ditujukan kepada masyarakat yang belum atau bahkan mengenal narkoba sama sekali. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak mudah bersentuhan dengan barang tersebut. Sedangkan tindakan preventif (pencegahan) ialah tindakan yang ditujukan kepada masyarakat yang belum mengerti apa itu narkoba dan bagaimana bahayanya bagi penggunaan narkoba tersebut. Dengan demikian dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan bahaya narkoba mudah-mudahan bisa memperkecil tingkat permintaan barang tersebut. Sehingga dengan tidak adanya permintaan maka secara otomatis produsen-produsen narkoba tidak akan bisa melanjutkan bisnis ini sehingga kelumpuhan sumber daya manusia dan ancaman terjadinya lost generation (generasi yang hilang) di Indonesia mudah-mudahan bisa segera teratasi….amin.
posted by Irul Terate at 23.09

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home