Belajar, Ajarkan dan Amalkan

20 Nov 2009

Dewan Tak Memihak Rakyat

Manuver politik di dalam sebuah parlemen sebetulnya adalah sesuatu yang sangat wajar sekali. Malahan menurut penulis parlemen bisa dikatakan sakit bila kehidupan parlemennya berjalan mulus tanpa adanya persaingan dan intrik politik. Namun, jika persaingan politik itu sudah sampai merambah dan menyebabkan segala kemacetan pencairan anggaran, tentunya semua itu sangatlah tidak lazim lagi.

Lihat saja prilaku anggota-anggota dewan yang katanya wakil rakyat ini menggunakan intrik politiknya di berbagai parlemen. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Semarang misalnya, Gara-gara reality show yang mereka mainkan, hampir saja seluruh pasar di kota tersebut menjadi gelap gulita. Bukan karena pasokan listrik di daerah tersebut mengalami kekurangan melainkan lantaran dinas pasarnya terpaksa menunggak rekening listrik sebesar Rp 635.668.830.

Apa jadinya pasar jika menjadi gelap gulita, dan kita bisa bayangkan sendiri tentunya pasar tersebut akan ditinggalkan oleh pembeli. Ribuan pedagang tentunya akan mengalami kerugian besar.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah pemerintah kota Semarang tidak mempunyai anggaran untuk melunasi tagihan tersebut? Bukan, Hal ini terjadi melainkan dikarenakan DPRD kota Semarang belum membahas Anggaran dan Belanja Daerah Perubahan 2009.

Itulah sebagian dampak dari kisruh yang ada di tubuh DPRD kota Semarang saat ini. Sejak dilantik 14 Agustus lalu, konon wakil rakyat disana belum memiliki perangkat yang lengkap seperti Dewan Perwakilan Rakyat di tempat yang lain.

Perebutan kepemimpinan untuk komisi A (Hukum), B (Ekonomi), C (Keuangan), serta D (Pendidikan dan Kesejahteraan) yang tak kunjung berakhir pun memberikan dampak kegiatan praktis pun lumpuh.

Walikota Semarang, Sukawi Sutarip pun setidaknya mengatakan ada tujuh layanan publik yang terancam akan lumpuh akibat anggaran yang tak bisa cair. Anggaran layanan kebersihan misalnya yang meliputi 4,4 Miliar. Selain itu, kemacetan anggaran operasional dan perawatan drainase, yang meliputi Rp 13 M akan berdampak pada terhentinya 47 pompa air. Akibatnya, penanggulangan banjir dan rob, yang setiap saat terjadi di kota Semarang, akan terhenti.

Ancaman juga terasa di program Jaminan Kesehatan Masyarakat sebesar 4,9 Miliar (Tempo, 16-22 November 2009). Dan sudah bisa terbayangkan semuanya, rakyat sejatilah yang akan menjadi korban nantinya.

Kini, agaknya, prilaku reality show dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Semarang pun dilakoni oleh wakil-wakil rakyat kita yang ada di DPRD Provinsi Lampung. Konflik kali ini dipicu perebutan alat kelengkapan dewan.

Koalisi Lampung Membangun (KLM) yang berkekuatan 45 kursi yang dikomandai Ketua DPRD Marwan Cik Asan. KLM yang digalang fraksi Demokrat-PAN-PKB-Hanura-Gerindra serta fraksi gabungan (PPP-PKPB-PPDK) menyapu bersih lima komisi dari I-V, Badan Legislasi Daerah, dan Badan Anggaran.

Sementara tiga fraksi lain, PDIP, Golkar dan PK Sejahtera yang berkekuatan 27 kursi tidak mereka hiraukan. Tidak satu pun anggota tiga fraksi tersebut menjadi anggota alat kelengkapan dewan apalagi untuk duduk di unsur pimpinannya.

Blok tandingan ini pun dipimpin oleh tiga wakil ketua DPRD dari tiga fraksi tersebut, yakni Nurhasanah (PDIP), Indra Ismail (Golkar), dan Hantoni Hasan (PKS) dan akibatnya ketiga fraksi ini pun membuat alat kelengkapan Dewan tandingan. Hal ini lah yang memicu terjadinya perseteruan dualisme di DPRD Provinsi lampung saat ini.

Pertikaian ini tentunya menambah kembali catatan kelam DPRD yang bertikai sesama koleganya setelah sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi ini pun pernah bertikai dengan Gubernur pasca terbitnya SK DPRD Lampung No. 15/2005 tentang Penolakan Eksistensi Sjachroedin Z.P dan Syamsurya Ryacudu sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih pada tahun 2005.

Dan kita masih ingat ketika konflik itu telah mencapai puncaknya, dengan sangat terpaksa Lampung pun memakai peraturan Gubernur (Pergub) untuk mengesahkan APBD tahun 2006. Akibatnya nilai APBD 2006 itu sama dengan APBD 2005, dan tentunya hal ini pun menimbulkan dampak pada masyarakat.

Terlepas siapa yang benar dan siapa yang salah dari konflik dua kubu ini sangatlah akan membawa dampak yang buruk bagi provinsi ini tentunya. Pertaruhan konflik adalah akan terlambatnya pembahasan rancangan anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) 2010. Dan jika terlambat tentunya akanlah dikenakan penalti dengan pengurangan anggaran sekitar 200 Miliar sebagai sanksinya.

Tentunya pengurangan anggaran ini nantinya akan lah berdampak luas bagi masyarakat Lampung. Konflik-konflik semacam ini pun akan memperparah administrasi pemerintahan yang tentunya akan kacau balau dikarenakan ada dua versi. Seperti kasus yang pada rapat paripurna DPRD Provinsi selasa (17/11) kemarin yang membingungkan sebab adanya dua undangan yang dikeluarkan sekretaris dewan yaitu Nuh hasanah dan Marwan Cik Hasan sebagai ketua DPRD.

Selain itu, investasi di daerah ini pun akan terlambat karena situasi politik yang sedang kacau, dan yang lebih penting lagi program-program seperti pendidikan, kesehatan, infrastuktur dan agenda-agenda untuk mensejahterakan masyarakat pun mau tak mau ikut terlambat. Lagi-lagi rakyatlah yang akan menanggung beban ini semua tentunya nanti.

Namun agaknya, dampak dari perseteruan dari dualisme di dewan ini tidaklah membuka mata dan hati wakil-wakil rakyat tersebut. Sehingga timbul pertanyaan, apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu dengan dampak yang kan terjadi? Bukankah mereka yang duduk disana orang-orang hebat? Tentunya sangatlah jelas mereka semua mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perseteruan tersebut. Namun, mungkin lebih dikarenakan nafsu kekuasaan ataupun kepentingan pribadi dan golongan, dampak konflik tersebut pun tertutupi sudah.

Sangatlah disayangkan sekali tentunya, ketika konstituen yang telah mengantarkannya ke kursi empuk dewan dibalas dengan tuba oleh mereka. Mengapa demikian? Karena setidaknya karena rakyatlah mereka ada disana dan sudah selayaknyalah wakil-wakil tersebut memegang amanah dan kepercayaan yang telah masyarakat berikan dengan cara mengendepankan kepentingan rakyat diatas kepentingan golongan.

Selain itu juga tentunya, menghilangkan rasa ke-aku-an dari setiap anggota sehingga aspirasi-aspirasi masyarakat yang ada dapat tersalurakan sebagai mana mestinya. Publik tentunya menginginkan itu semua, bukankah diproses pemilihan anggota legislatif pada 9 April lalu masyarakat dengan senang hati mencontreng mereka dengan harapan ketika terpilih dapat mewakili keberadaan mereka diatas keberadaan golongan ataupun pribadi dari wakil rakyat itu sendiri.

Oleh karena itu tentunya penulis dan masyarakat lampung berharap agar pertikaian ini tidaklah sampai mengganggu stabilitas, baik itu politik maupun ekonomi. Sehingga tugas dan fungsinya (tupoksi) serta tanggung jawab dari anggota dewan yang sudah terpilih dan dilantik kepada masyarakat segera terrealisasi. Semoga*i
posted by Irul Terate at 22.05

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home