Belajar, Ajarkan dan Amalkan

8 Agu 2009

TANGGUNG JAWAB DASAR INDUSTRIALISASI TELEVISI INDONESIA

DALAM suatu jajak pendapat yang dilakukan oleh BBC, Reuters dan sebuah lembaga penelitian di Amerika, the media center, tentang kepercayaan dan isu media massa menyimpulkan bahwa keberadaan media sangatlah penting dalam kehidupan global kini. Jajak pendapat dijalankan oleh Yayasan Globescan, sebuah organisasi yang menaruh perhatian besar terhadap masalah media dan peningkatan kesadaran pencarian berita melalui internet.

Temuan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa keberadaan televisi memang menjadi perwakilan tentang nilai penting informasi bagi publik. Tapi, apakah semua itu masih berlaku disaat sekarang? Disaat dimana kebanyakan acara-acara di televisi sekarang ini lebih mementingkan hiburan semata ketimbang pemberian informasi. Mungkin, itulah pertanyaan mendasar kenapa tulisan ini penulis turunkan.

Kontrol Dalam Acara Televisi

Di sebuah wall situs jejaringan pertemanan facebook, penulis mendapati sebuah pernyataan dari seorang teman bahwa ia begitu kesal melihat adegan di sebuah acara yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta yang menampilkan Luna Maya dengan menggunakan pakaian sexy nya, dan ketika bertemu dengan Ariel tidak segan-segannya melakukan ciuman di depan anak-anak yang sebenarnya belum lah pantas untuk melihat itu semua.

Hal itulah mungkin yang merupakan contoh kecil dari peristiwa yang membuat hati dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) dan Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) dan berbagai organisasi pendukungnya tergerak untuk mensosialisasikan kampanye “sehari tanpa tv”

Kampanye yang tidak bermaksud untuk memusuhi televisi ini kini telah berjalan 4 tahun sejak 2006 silam. Dimana di tahun ini di peringati pada Minggu, 26 Juli 2009 lalu. Kampanye yang bertujuan untuk mengingatkan kembali akan peran orang tua akan perlunya pengontrolan tayangan-tayangan yang dilihat anak-anaknya terhadap industrialisasi televisi. Karena memang acara-acara sekarang ini lebih banyak mementingkan komersial belaka tanpa melihat bahwa disana adanya “ekploitasi” anak-anak Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kekerasan sehingga mampu membentuk character anak Indonesia yang seperti apa yang mereka lihat pada tayangan televisi kesukaannya.

Televisi memang pada dasarnya merupakan sebuah produk hasil sains dan teknologi. Tak bisa di pungkiri, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini manfaatnya sangatlah besar dirasakan oleh kita semua, apalagi sejak ditemukannya televisi kita bisa mengetahui berbagai macam berita mulai dari politik pasca pilpres, aksi terorisme yang kembali datang dan lain sebagainya kita bisa ketahui dari kotak hitam tersebut.

Selain itu keberadaan televisi yang merupakan audio visual, menjadi kelebihan tersendiri di banding media informasi lainnya. Sebagai media audio visual, televisi mampu merebut 94 persen pesan-pesan atau informasi yang dapat masuk ke dalam jiwa melalui mata dan telinga. Apabila menonton suatu acara di televisi, kita mampu mengingat 50 % pesan apa yang kita lihat dan kita dengar meskipun acara tersebut ditayangkan satu kali.

Maka tak heran jika kemudian opini masyarakat dapat dipengaruhi melalui media yang bernama televisi ini. Namun di balik itu semua banyak tokoh dan pakar yang berbicara mengenai dampak negatif dari televisi, sampai-sampai ada yang mengatakan televisi itu berisi 99 % sampah. Untuk itu semua, maka, tak heran jika ada salah satu seorang produser yang produktif membuat sinetron untuk stasiun televisi justru tidak mengizinkan anak-anaknya menonton Tv (Kartini, Juli 2009) Bahkan, di Amerika televisi bahkan dijuluki kotak idiot karena efek pembodohan yang ditayangkannya banyaklah yang tidak mendidik.

Selain itu seperti yang diberitakan harian Koran Lampung edisi 28 Juli 2009 kemarin bahwa dalam setahun seorang anak akan menghabiskan waktu 1.600 jam untuk menonton Tv, sedangkan untuk belajar hanya 750 jam setahunnya. Padahal, jika kita melihat tugas utama dari seorang anak adalah belajar tetapi ternyata porsinya dalam menonton itu jauh lebih besar ketimbang menonton Tv.

Selain itu, dampak dari sinar biru dari televisi sangatlah berbahaya bagi mata anak. Karena sinar biru yang muncul tidak sama dengan sinar ultraviolet matahari. Diperparah lagi, sinar biru tersebut masuk ke retina mata tanpa filter, dan panjang gelombang cahaya yang dihasilkan 400 hingga 500 milimeter, sehingga bisa memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia retina mata anak.

Lebih lanjut misalnya seperti rujukan pada penelitian di Amerika Serikat bahwa pada anak yang menghabiskan waktu 3-4 jam di depan layar televisi ditemukan sejumlah fakta yaitu pertama meraka mati rasa terhadap ancaman kekerasan, kedua, mereka suka menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan, ketiga, menirukan tindakan kekerasan yang tampak di televisi dan keempat, mereka selalu mengindentifikasi diri sebagai pelaku atau korban kekerasan (Tajuk Replubika, 22 November 2006)

Fakta dari penelitian diatas dapat kita renungi bahwa dulu ada sebuah “bom” besar yang mengguncang dunia pendidikan kita yaitu mengenai dampak dari tayangan acara smackdown di salah satu stasiun televisi yang mengakibatkan anak-anak banyak yang menirukan adegan tersebut di sekolahnya sehingga ada yang mengalami korban jiwa.

Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena menurut salah satu pakar Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta , Yamima, bahwa anak itu ialah peniru ulung. Mereka akan meniru apa pun yang mereka lihat tanpa mempunyai kemampuan menilai mana yang baik dan mana yang buruk akibatnya mereka menirukan adegan dari acara tersebut. Untuk itu kedepannya semua industrialisasi pertelevisian perlu melakukan sebuah reformasi terkait acara-acaranya karena bagaimana pun juga industrialisasi televisi di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk membangun character building dari anak-anak bangsa Indonesia . Selain itu juga peran serta dari seorang orang tua untuk selalu mendampingi dan membatasi anak dalam menonton televisi adalah salah satu hal yang tidak kalah pentingnya.

posted by Irul Terate at 01.45

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home