Belajar, Ajarkan dan Amalkan

3 Des 2009

Selamatkan Bumi Kita

Membaca tulisan dari P. Nasoetion, Dosen Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Lampung yang berjudul Green Campus Vs Pemanasan Global yang di muat di harian radar lampung (2/12) perlu lah kita respon semaksimal mungkin.

Setidaknya bagi penulis pribadi, opini tersebut bisa kita simpulkan menjadi beberapa poin penting yang harus kita perhatikan. Pertama adalah program eco-campus (Green Campus) adalah program yang bersifat sukarela yang harus muncul dan terbangun kesadarannya serta kepeduliannya dari warga kampus untuk peduli terhadap lingkungan.

Pada dasarnya kampus adalah tempat berkumpul para intelektual dan tempat dilahirkannya para intelektual muda yang notabene mereka adalah generasi penerus bangsa yang tentunya nanti di harapkan dapat menjadi contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan.

Kedua adalah pemanfaatan sumber daya yang ada di lingkungan kampus secara efektif seperti pemanfaatan kertas, alat tulis menulis, pengelolaan sampah dan lainnya dalam kegiatan tersebut haruslah dapat diukur secara kualitatif sehingga bisa dilakukan evaluasinya nantinya.

Terakhir point penting yang dapat penulis tangkap di tulisan tersebut adalah bahwa kampus merupakan salah satu pilar yang harus bertanggung jawab dalam hal mengurangi pemanasan global.

Menarik sekali. Mudah-mudahan kini setiap Universitas yang ada di Provinsi Lampung dapat segera ikut serta dalam program eco-campus atau green campus dalam upaya pengurangan pemanasan global. Bahkan mungkin tidak hanya kampus melainkan juga sekolah-sekolah dengan tema green school atau pun instansi-instansi pemerintah dan swasta dapat ikut melaksanakan program ini dalam upaya penyelamatan dunia dari pemanasan global.

Seperti yang kita ketahui isu pemanasan global kini telah menjadi sorotan dunia. Film yang menggambarkan kehancuran dunia, 2012 setidaknya adalah gambaran visualisasi sederhana bagaimana ketika pemanasan global tidak segera kita tanggapi maka dunia akan luluh lantah seperti itu.

Menurut prediksi dari Invergovermental Panel On Climate Change (IPCC) secara ilmiah diprediksikan usia bumi tinggal seratus tahun lagi terhitung sejak terjadinya pemanasan akibat ulah tangan manusia sendiri para kurun waktu 1990-2000.

IPCC memprediksikan perhitungan itu berdasarkan pada prediksi pemakaian emisi gas dan dampak rumah kaca. Kalau panas bumi mencapai kenaikan sebesar empat derajat celcius, maka system bumi akan hancur.

Untuk itulah IPCC pun meminta Negara-negara maju untuk menurunkan gas rumah kaca pada tahun 2015, sedangkan untuk Negara berkembang diminta melakukan hal yang serupa pada 2025. Hal ini dimaksud untuk mengurangi pemanasan global dalam kisaran dua derajat celcius.

Lantas bagaimana isu pemanasan global di tanggapi oleh negara kita? Setidaknya kini masyarakat Asia terutama di Indonesia telah merasakan dampak dari perubahan iklim tersebut. Debit air yang sepanjang tahun berkurang, memburuknya kondisi kesehatan, kepunahan hewan dan tumbuhan adalah dampak perubahan iklim yang semakin hari semakin kita rasakan.

Kita patut bersukur dalam pemaparan prioritas pada program 100 hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kantor presiden awal November lalu menanggapi isu pemanasan global ini menjadi salah satu prioritasnya. Indonesia kini memiliki posisi yang jelas dalam ikut serta mengelola perubahan iklim global karena kini Negara kita telah mempunyai posisi yang jelas, timeline yang jelas dan juga parnertship dalam mewujudkan prioritas tersebut.

Salah satunya menurut presiden adalah dengan pengelolaan hutan yang menjadi perhatian utamanya. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah menjadi salah satu paru-paru dunia karena negeri kita memiliki hutan tropis terbesar ketiga dunia.
Sejak ratusan tahun silam hutan kita telah menjadi sumber kehidupan bagi bangsa ini. Berawal dari pemanfaatan aneka hasil hutan yang ada kemudian berkembang ke pendekatan industry untuk mampu menjaring devisa yang besar melalui komoditas kayu pada pertengahan tahun 60an, 80an hingga tahun 2000an.

Namun sayangnya pemanfaatan hutan itu tidaklah diikuti oleh peremajaan hutan itu kembali. Akibatnya kini kita bisa melihat dan merasakan konsekuensi logis atau dampak dari tidak adanya peremajaan hutan itu kembali. Selain itu, berubahnya fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau tempat tinggal, serta pembangunan infrasruktur dan industry di kawasan juga dikhawatirkan akan mempengaruhi daerah aliran sungai di lahan tersebut sehingga tata air menjadi tidak seimbang.

Renungkanlah sebuah pidato dari seorang anak yang bernama Severn Suzuki yang ketika pada usia 9 tahun ia mendirikan Enviromental Children’s Organization (ECO). ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak-anak yang mendedikasikan dirinya untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak lainnya mengenai masalah lingkungan.
Ketika ia berumur 12 tahun ia sempat menyampaikan pidato di hadapan pemimpin-pemimpin dunia pada ruang sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Ia berujar bahwa kami adalah kelompok dari Kanada yang terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun. Kami ingin mencoba membuat perbedaaan. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil. Untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini, disini juga. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.

Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yang akan datang. Saya berada disini mewakili anak-anak yang kelaparan diseluruh dunia yang tangisannya tidak lagi kalian dengar.

Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan habitatnya. Kami tidak boleh tidak di dengar. Saya merasa takut berada dibawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yang dibawa oleh udara.

Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan di daerah tersebut kini penuh dengan kangker dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya, hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan binatang besar, hutan rimba dan hutan hujan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.

Apakah anda sekalian khawatir terhadap masalah kecil ketika anda sekalian masih berusia sama seperti saya? Semua itu terjadi di hadapan kita dan walaupun kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya.

Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahanya tetapi saya ingin dan sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya. Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang lapisan ozon kita. Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya.

Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikkan binatang yang telah punah. Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sedia kala di tempatnya yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak tahu bagaimana caranya. Tolong berhenti merusaknya.

Disini anda adalah deligasi-deligasi Negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, politisi dan juga wartawan tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi dan anda semua adalah anak dari seseorang.

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 miliyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama, perbatasan dan pemerintahan tidak mengubah hal tersebut.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama. Walaupun marah, namun saya tidak buta, walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di Negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan, kami membeli sesuatu dan kemudian membuangnya, beli dan kemudian buang. Walaupun begitu tetap saja Negara di utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan. Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun saya tahu bahwa jika semua uang yang habis untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indahnya dunia.

Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain. Mencari jalan keluar, membereskan kekakacuan yang kita timbulkan. Tidak menyakiti mahluk hidup, berbagi dengan tamak.

Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut? Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konfrensi ini, anda sekalian yang memutuskan dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharusnya dapat memberiakan kenyamanan pada anaka-anak mereka dengan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua? Ayah saya selalu mengatakan, kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu bukan oleh kata-kata mu.
Jadi apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa mengatakan berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang anda, cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.

Apa yang dikatakan oleh Severn Suzuki ternyata telah membungkam satu ruangan sidang konfrensi PBB. Setelah pidatonya selesai, seluruh orang-orang yang hadir diruangan pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepadanya (The Collage Foundation)

Apa yang dapat kita simpulkan dari pidato tersebut? Bahwa lingkungan kini membutuhkan peremajaan dari diri kita untuk mengembalikan seperti sedia kala. Lebih lanjut sebagai renungan kembali salah satu ayat yang ada di Al Qur’an mengatakan bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanan dimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)

Untuk itulah meminjam istilah 3 M dari Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym kita bisa menyelamatkan bumi ini, Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai dari sekarang adalah salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bumi tidak hanya dari lingkungan kampus melainkan juga dari lingkungan terkecil dimana tempat kita berada. Dan terakhir, selamatkanlah bumi kita. Semoga*
posted by Irul Terate at 04.08

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home