Belajar, Ajarkan dan Amalkan

15 Mei 2009

BELAJAR DARI KEPEMIMPINAN GUBERNUR SYAM

(Sudah diterbitkan di buletin Sakinah DPU-DT)


“Anggaplah rakyat seperti ayahmu, saudaramu dan anakmu. Berbaktilah kepada mereka seperti engkau berbakti kepada ayahmu, periharalah hubungan baik dengan mereka seperti saudaramu, dan sayangilah mereka seperti engkau menyayangi anakmu”

(Nasehat Hasan Al Bashri kepada Umar bin Abdul Azis)

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan ajaran agama islam inilah yang menghasilkan generasi-generasi yang memiliki konsistensi yang sangat tinggi pada ajaran islam terutama di zaman-zaman Rasulullah. Pangkat dan kedudukan di dunia tidaklah menyilaukan matanya namun di zaman sekarang kini semua itu seolah terbalik, ketika pangkat dan kedudukan telah diperolehnya maka nilai-nilai islam yang melekat pada dirinya mulailah luntur. Ia mulai jauh dari Allah sehingga ia dengan terang-terangan bisa melakukan korupsi dll. Tulisan ini menyumbangkan kepada kaum muslimin dan seorang pemimpin Indonesia yang terpilih nantinya untuk belajar dari kepemimpinan Said bin Amir yang tetap istiqomah dan berpegang teguh pada ajaran agama walau pangkat dan jabatan telah diperolehnya.

BELAJAR DARI GUBERNUR SYAM

Pada saat khalifah Umar Bin Khattab memimpin, ia ingin menggantikan Gubernur Syam yang semula dipercayakan kepada Muawiyah kepada Said bin Amir Al- Jumali. Walaupun Said menolak namun ia harus menunjukkan ketaatannya kepada Khalifah Umar. Maka jadilah Said bin Amir Al-Jumali menjadi seorang Gubernur Syam. Pada hari yang telah ditentukan untuk keberangkatannya ke Syam ia berangkat dari Madinah beserta Istrinya menuju tempat tugasnya yang baru. Sesampainya disana, Said memulai hari-harinya sebagai seorang Gubernur. Sementara itu di Madinah, Umar mendapatkan tamu utusan dari Syam. Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhalifahan Umar.

Pada saat itu, Umar meminta mereka untuk menuliskan nama-nama orang miskin yang ada di Syam. Utusan tersebut mulailah menuliskan satu persatu nama-namanya yang dianggap membutuhkan bantuan dari Negara. Setelah selesai tulisan itu diserahkan kepada Umar. Dengan agak terkejut, Umar menemui sebuah nama SAID. Lalu Umar pun bertanya, apakah Said yang kalian maksud ini adalah Gubernur kalian? Ya, itu Said gubernur kami. Dia termasuk daftar orang-orang miskin. Betapa terkejutnya Umar dengan pemberitaan ini. Lalu Umar pun memberikan sekantong uang kepada utusan tersebut dan berkata tolong berikan kantong ini kepada Gubernur kalian. Mendapat perintah, rombongan tersebut pun kembali ke Syam. Setelah sampai di Syam utusan tadi segera menyampaikan amanah dari Umar kepada Gubernur mereka Said bin Amir. Sore harinya setelah mendapatkan kantong yang diberikan oleh Umar, Said pun membuka kantong tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Innailahi wa inna ilahi ro’jiun ucap Said lirih.Ternyata yang diberikan oleh Umar adalah uang seribu dirham, jumlah yang sangat tidak sedikit tentunya. Perkataan Said tadi ternyata didengar oleh Istrinya, Apakah Amirul Mukmimin meninggal? Tanya istri Said. Tidak, tetapi musibah yang lebih besar dari itu ucap Said. Maukah engkau membantuku, sambung Said. Tentu, jawab Istrinya. Dunia telah merasuki diriku untuk merusak akhiratku, kata Said.

Esok paginya Said memanggil orang kepercayaannya untuk membagikan uang itu kepada para janda, anak yatim dan orang miskin yang membutuhkannnya tanpa tersisa sedikitpun. Barulah istrinya memahami kata-kata suaminya, dunia telah merasuki diriku dan merusak akhiratku. Said memang selalu berusaha untuk menjadikan dunia yang dimilikinya untuk membeli akhirat.

Lalu ketika Umar melakukan sidak ke Syam, ia mengumpulkan penduduk kota tersebut dan bertanya kepada penduduk Himsa tentang pendapat bagaimana kalian berpendapat tentang Gubernur kalian? Jawaban masyarakatnya cukup mengejutkan. Kami mengeluhkan 4 hal ya Amirul Mukminin. Pertama, Gubernur kami selalu keluar kepada kami setelah siang datang. Kedua, dia tidak melayani siapapun yang datang pada malam hari. Ketiga, ada satu hari di dalam satu bulan dimana dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami dan terakhir Gubernur kami terkadang pingsan bersama kami. Mendengar itu semua, Umar tidak bisa tinggal diam lalu ia membuat pertemuan terbuka antara rakyat dan gubernurnya untuk menyelesaikan masalah ini. Ya Allah, jangan Engkau kecewakan prasangka baikku selama ini kepadanya. Kata Umar membuka pertemuan tersebut, baiklah apa yang kalian keluhkan. Pertama, Said tidak keluar menemui kami kecuali setelah siang datang menjelang. Said lalu angkat bicara, demi Allah sesungguhnya aku tidak suka menjawabnya. Aku tidak mempunyai pembantu, maka aku harus mengadoni roti, kemudian aku wudhu dan baru keluar. Terus apa lagi yang tidak kalian suka dari ku, Said tidak mau melayani kami yang datang pada malam hari. Apa jawabmu wahai Said, kata rakyatnya. Sesungguhnya aku tidak suka menjawabnya. Aku menjadikan siang hariku untuk mereka dan aku menjadikan malamku untuk Allah Azza Wajalla saja. Kemudian apa lagi, Ada satu hari tertentu dimana Said tidak keluar sama sekali dari rumahnya. Said menjawab, sesungguhnya aku tidak mempunyai pembantu jadi aku harus mencuci pakaianku sendiri sementara itu aku tidak mempunyai pakaian yang lain maka setelah aku mencucinya aku pun harus menunggu pakaian tersebut kering, selanjutnya aku keluar kepada mereka saat sudah sore. Selanjutnya apa lagi, Said suka pingsan. Aku akan menjawab bahwa sebenarnya ketika aku belum muslim aku pernah melihat Khubaib Al-Anshari mengalami kematian yang sangat tragis, orang Quraisy menyayat-nyayat dagingnya lalu menyalibnya di pohon kurma. Orang Quraisy itu meledek, Khubaib apakah kamu rela jika Muhammad sekarang yang menggantikanmu untuk disiksa? Khubaib pun dengan tegas menjawab Demi Allah, kalau saya berada tenang dengan keluargak dan anakku, kemudian Muhammad tertusuk duri sungguh aku tidak rela. Walaupun aku melihat namun aku tidak bisa menolong ungkap Said dan ketika aku ingat kejadian itu aku pingsan karna aku takut Allah tidak akan mengampuniku untuk selamanya. Mendengar jawaban tersebut Umar berkata, Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan prasangka baikku kepadanya. Luar biasa sekali keteguhan dari seorang Said, walau ia memiliki pangkat dan jabatan namun ia tidak tersilaukan dengan semua itu.

Pertanyaannya kini, adakah sesosok pemimpin di zaman sekarang seperti Said?Mungkin sangatlah kecil harapannya bila kita ingin mencari pemimpin seperti Said, tapi penulis yakin apabila ada yang seperti Said minimal dia bisa menyamai sedikit sifat-sifat yang dimiliki oleh Gubernur Syam tersebut maka secara otomatis seluruh konstituen yang ada di Negara kita akan memilihnya karna bagaimanapun pasti setiap orang menginginkan sosok pemimpin ideal yang seperti itu. Kezuhudan, kehati-hatian dan kepedulian dengan rakyat yang didahulukan olehnya diatas kepentingan pribadi dan keluarganya adalah sesuatu hal yang saat ini sudah mulai langka ada pada pemimpin kita. Mungkin ketika belum menjabat kita bisa menemukan yang seperti itu namun terkadang banyak fakta yang berbicara setelah mendapatkan jabatan, seseorang terkadang lupa bahwa itu semua adalah amanah (titipan) dari Allah semata. Untuk itu sebagai konstituen di pemilihan presiden mendatang kita harus bisa memilih yang baik dari yang terbaik karna baik dan buruknya 5 tahun Negara kita kedepan tergantung oleh regulasi dari pemimpin yang terpilih nantinya.

posted by Irul Terate at 02.52 0 comments

MAJULAH UNTUK KEUNGGULAN BANGSA

(Sudah diterbitkan di surat pembaca di Lampost, 21 April 2009)

Pemilu legislatif 9 April lalu telah kita lewati. Hajatan besar rakyat Indonesia yang menyedot 21,8 T dari APBN ini kini tinggallah menunggu hasil resmi dari KPU. Namun, berdasarkan hasil penghitungan cepat atau quick qount yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey, kita semua telah bisa melihat dan mengetahui bahwa hanya ada 9 partai politik yang diprediksikan lolos Parliamentary Threshold sehingga bisa menempatkan wakilnya di DPR karna telah memenuhi persyaratan 2,5 % suara.

Dari kesembilan parpol ini hanya Partai Demokrat yang berhasil meraih persentase suara diatas 20 %. Keberhasilan dari partai Demokrat pada pemilihan kali ini mencapai 300% bila kita bandingkan dengan perolehan suara di pemilu 2004 lalu. Sungguh kenaikan yang sangat fantastis sekali di sejarah demokrasi Indonesia. Keberhasilan dari Demokrat ini tentunya tidaklah terlepas dari sosok figur SBY yang ada di Demokrat tersebut. Sehingga wajar saja jika di pemilihan kali ini SBY tetap dicalonkan menjadi presiden dari partai tersebut.

Disisi lain, parpol yang menjadi pemenang di pemilu 1999 dan 2004 lalu hanya menempati urutan kedua dan ketiga. Perolehan suara yang tidak mencapai 20 % ini menyebabkan parpol tersebut harus melakukan koalisi agar bisa mengajukan calon presiden sendiri. PDI Perjuangan misalnya diprediksikan berkoalisi dengan Hanura dan Gerindra sedangkan Partai Demokrat sendiri walaupun persentase suaranya melebihi 20 % maka akan tetap berkoalisi dengan sejumlah partai besar seperti Golkar, PKB, PAN dan PKS. Koalisi ini tentunya dilakukan untuk mendulang perolehan suara di pilpres mendatang sehingga baik PDIP maupun Demokrat telah melakukan penjajakan dan silaturahim politik dalam menyikapi masalah koalisi tersebut jauh-jauh hari.

Koalisi dari PDIP, Hanura dan Gerindra diprediksikan akan tetap mengusung Megawati Soekarno Putri sebagai calon presiden sehingga pertarungan dari dua kubu (baca, Blok M dan S) ini akan mengulang kembali kejadian seperti di putaran kedua pada pemilu 2004 lalu.

Siapakah yang akan kembali memenangkan pertarungan ini, SBY lagi atau Mega kah? Semuanya akanlah kembali pada rakyat. Rakyatlah yang menentukan namun, siapapun yang maju dan menang dalam pemilihan presiden mendatang. Hendaklah bisa bergerak untuk menuntaskan sebuah perubahan pada rakyat untuk menuju stabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Selain itu juga guna membawa perubahan yang nyata dan besar untuk mencapai kemakmuran rakyat Indonesia tentunya.

posted by Irul Terate at 02.49 0 comments

KADO DI HARI PENCONTRENGAN

9 April kemarin adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak nasib bangsa 5 tahun kedepannya ditentukan pada 9 April kemarin. Pesta demokrasi yang menghabiskan triliunan rupiah ini menyebabkan petugas atau panitia pemungutan suara sibuk untuk mengurusinya, Mulai dari yang bersifat administrasi sampai ke logistik. Selain itu, kita sebagai masyarakat pun ikut disibukkan dengan hal-hal atau persiapan untuk menyalurkan hak politik kita, mulai dari datang ke TPS-TPS sejak pagi atau sibuk dengan mengurus nama kita agar kita dapat memilih dikarnakan kita tidak mendapatkan surat pemberitahuan atau C4.

Masyarakat Indonesia pada hari itu memang disibukkan. Selain panitia dan konstituen, pilar ke empat dari sebuah demokrasi yaitu pers pun ikut disibukkan. Baik itu cetak maupun elektronik, semua media cetak (surat kabar) memberitakan mengenai pemilu dan media elektronik pun demikian. Hal ini memanglah tidak bisa penulis pungkiri karna pemilihan umum ialah hajatan terbesar bagi bangsa kita dan sudah semestinyalah kita disibukkan dengan hajatan besar tersebut. Namun tahu kah pembaca semua, dibalik kesibukkan kita pada hari tersebut ada satu hal yang mungkin sempat terlupakan oleh kita semua, bahwa pada hari itu Political and Economic Risk Consultancy (PERC) memberikan kado bagi bangsa Indonesia yaitu Negara kita adalah Negara terkorup di Asia (Kompas, 9 April 2009)

Mungkin pembaca setia Radar Lampung tidaklah begitu kaget mendengarnya karna memang di setiap sejarah penyusunan peringkat daftar Negara-negara terkorup, Negara kita Indonesia memang belum atau tidak pernah sama sekali berada dalam kategori Negara terbersih dan hal ini tentunya sangatlah disayangkan sekali. Di tahun 2001 misalnya Transparancy International Indonesia (TII) menyimpulkan, Indonesia berada pada peringkat keempat negara terkorup di dunia dan PERC di tahun yang sama juga menobatkan Negara kita sebagai Negara terkorup kedua di Asia. Dan kini di tahun 2009 PERC menobatkan kita sebagai Negara terkorup di Asia. Sungguh ‘prestasi’ yang fantastis sekali.

PERC atau Political and Economic Risk Consultancy yang bermarkas di Hongkong mengatakan Negara kita terkorup di Asia ialah berdasarkan survey yang dilakukan PERC dengan menjadikan pebisnis asing di setiap Negara yang disurvei sebagai respondennya. Daftar tersebut disusun untuk mengukur iklim investasi di suatu Negara apakah baik atau buruk. Dan salah satu indikator yang dijadikan sebagai pengukur iklim investasinya ialah faktor korupsi di Negara tersebut.

PERC menyusun daftar ini setiap tahun, dan setelah di survey dengan ekspatriat yang ada di negara kita, hasilnya adalah negara kita menempati posisi puncak yang disusul oleh Thailand dan Kamboja dalam peringkat Negara terkorup di Asia. Nau’zubilla hi min dzhalik

Meringis sekali mendengarnya, namun ini adalah sebuah kenyataan. Korupsi memang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi sebuah budaya di Negara kita. Ibarat penyakit di tubuh, korupsi telah menggerogoti sebagian anggota tubuh kita. Tah kenapa, namun yang jelas hal ini seakan telah mengakar didalam tubuh public servise kita mulai dari tingkat RT sampai ke tingkat tertinggi sekalipun. Lihat saja sejumlah anggota dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita seperti halnya Hamka Yandhu, Anthony Zeidra Abidin, Saleh Djasit, Sarjan Taher, Al Amin Nasution, Bulyan Royan, Yusuf Emir Faisal serta yang terbaru ialah Abdul Hadi Djamal dan itu semua adalah yang sedang diproses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kita semua tidak pernah tahu berapa banyak lagi pejabat public kita di luar sana yang terlibat kasus korupsi namun belum sempat tercium oleh KPK.

Sehingga wajar saja jika ada yang olok-olokan “pada era Orde Lama, korupsi di lakukan di bawah meja. Pada Era Orde Baru, korupsi dilakukan di atas meja. Dan pada era Reformasi, korupsi tidak hanya di lakukan di atas meja, malah mejanya juga turut diembat” dan parahnya lagi selain dilakukan terang-terangan dan mengkorupsi ‘meja’, yang melakukan korupsi kebanyakan adalah orang-orang yang nota bene mengaku dirinya adalah seorang muslim. Sangat disayangkan sekali seorang muslim tapi melalukan korupsi, nah sekarang timbul pertanyaan kemanakah nilai – nilai agama yang selama ini melekat di dalam tubuhnya?

ISLAM MEMANDANG KORUPSI

Penulis pikir tidak hanyalah Islam yang menentang soal korupsi. Ajaran agama apapun didunia ini menentang yang namanya korupsi dan segala macam bentuknya. Ini dikarnakan korupsi adalah bentuk kejahatan yang dapat berdampak pada orang banyak. Bila kita bandingkan dengan seorang maling ayam, yang dirugikan saat itu hanyalah orang yang kehilangan ayam dan ini hanya berdampak pada orang yang kemalingan tersebut namun jika korupsi hal ini bisa berdampak pada masyarakat luas. Hal inilah yang menyebabkan Islam memandang korupsi sebagai sesuatu yang haram. Nabi Muhammad SAW menegaskan kepada kita “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami (yakni bukan dari golongan umat Muhammada SAW)” (HR Thabrani dan al-Hakim). Adanya kata-kata laisa minna, bukan dari golongan kami, sudah menunjukkan bahwa perampasan termasuk juga korupsi adalah haram karna telah merampas kesejahteraan rakyat banyak. Lebih jauh lagi, Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari ‘Addiy bin’Umairah al-Kindy yang berbunyi “Hai kaum muslim, siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai Negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti…Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” Kemudian ada juga Sabda Rasulullah SAW, “Siapa saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa izin) dengan tangan kanannya (kekuasaan), ia akan dimasukkan kedalam neraka, dan diharamkan masuk surga.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasul, bagaimana kalau sedikit? Rasulullah lalu menjawab “Walaupun sekecil kayu siwak “ (HR Muslim, an-Nasai, dan Immam Malik dalam al-Muwwatha) Dilihat dari hadis tersebut, jelaslah korupsi adalah haram dan tentunya sesuatu yang haram haruslah segera dihilangkan karna cepat atau lambat masyarakat Indonesia akan merasakan dampak dari korupsi yang dilakukan oleh para elit-elit politik kita. Untuk itu melalui tulisan sederhana ini penulis ingin mengajak pembaca setia Radar Lampung untuk memilih pemimpin di pilpres mendatang yang tegas seperti hal nya teladan Umar bin Khathtab “ Setiap mengangkat pemimpin, Khalifah Umar selalu mencatat kekayaan orang tersebut. Selain itu, bila meragukan kekayaan seorang pengusaha atau pejabat ia tidak segan-segan menyita jumlah kelebihan dari kekayaan yang layak baginya, yang sesuai dengan gajinya” pernyataan ini membuktikan bahwa Khalifah Umar tegas dalam mengusut kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi dengan menggunakan rumus yang sangat sederhana sekali yaitu apabila ia memiliki kekayaan yang berlimpah namun itu semua sebenarnya tidaklah mungkin diperoleh dengan gaji yang didapatkan selama sekian lama menjabat maka Khalifah Umar tidak segan-segan untuk menyita sebagian harta kekayaannya. Itulah bukti ketegasan Khalifah Umar dan mungkinkah sifat Umar itu ada pada pemimpin kita mendatang?

Semua hal mungkin saja terjadi asalkan kita di pemilihan presiden mendatang jeli dalam memilih pemimpin sehingga Negara kita bisa memperbaiki diri secepatnya agar tidak menjadi Negara Kleptokrasi (Negara para maling) seperti halnya julukan dari Wasingatu Zakiyah pada Negara kita Indonesia tercinta ini.Waula’hualam……

posted by Irul Terate at 02.47 0 comments